Rabu, 26 November 2008

REFLEKSI 1

Hampir delapan bulan saya menjalani kehidupan di Seminari Menengah Christus Sacerdos Pematang Siantar sebagai calon Diakon untuk Keuskupan Agung Medan. Berkaitan dengan itu maka pada kesempatan ini saya ingin mencoba melihat dan merenungkan kembali perjalanan hidup panggilanku. Permenungan ini berdasarkan pengalaman yang saya peroleh selama ini teristimewa selama tinggal di Seminari Menegah Christus Sacerdos Pematangsiantar. Pengalaman akan panggilan ini saya coba tuangkan dalam bentuk refleksi yang singkat ini.
Setelah menyelesaikan pendidikan di STFT St. Yohanes Sinaksak pada bulan Juli 2006 yang lalu, saya mulai memasuki tahap baru dalam perjalanan hidup panggilanku. Saya ditempatkan di Seminari Menengah Christus Sacerdos Pematangsiantar pada tanggal 13 Juli 2006 sebagai calon Diakon (Pra-Diakon). Penempatan ini dikukuhkan kembali berdasarkan surat keputusan yang dikeluarkan oleh Bapak Uskup Agung Medan tertanggal 21 Juli 2006. Pada awalnya, saya sangat berat menerima penempatan ini sebagai calon Diakon di Seminari Menengah Christus Sacerdos. Keberatan saya ini berdasarkan keberadaan diri saya yang kurang siap berhadapan dengan anak-anak seminaris. Akan tetapi setelah saya berada di seminari saya merasa senang dan gembira karena banyak pengalaman yang bisa saya timba dari pergumulan hidup bersama dengan anak seminari.
Selama kurang lebih delapan bulan saya tinggal di Seminari Menengah ini. Banyak pengalaman yang kuperoleh baik dari para pastor, para suster, karyawan-karyawati maupun anak seminaris. Saya banyak belajar dari para pastor terutama kesetiaan, kesabaran dan keuletan mereka dalam membimbing dan mendidik anak seminaris. Aku merasa mereka adalah “bapakku” yang perlu kucontohi dan kutiru dalam membimbing anak-anaknya. Di komunitas ini aku merasa nyaman, betah dan kerasan. Semua ini karena ada perhatian, dukungan dan dorongan mereka untuk cita-cita dan panggilan hidupku. Meskipun aku masih calon Diakon tetapi saya merasa kami adalah saudara sepanggilan. Saya sungguh menghormati, menghargai mereka sebagaimana layaknya seorang Bapa.
Selain para pastor, di seminari juga ada suster dan karyawan/i. Kehadiran mereka perlu diperhitungkan dalam proses pembinaan dan formatio para seminaris. Meskipun mereka hanya bekerja di dapur tetapi mereka telah ambil bagian dalam seluruh proses pembinaan di seminari. Sebagai calon Diakon saya juga belajar banyak dari kehidupan mereka. Mereka dengan lemah lembut, sederhana dan setia menjalankan tugas mereka di dapur. Inilah yang memotivasi saya dalam meniti panggilan ini agar aku juga dengan lemah lembut, terbuka, sederhana dan setia melayani orang lain. Aku sadar bahwa aku belum memberikan diriku seutuhnya untuk tugas dan pelayanan sebagaimana layaknya seorang Diakon atau seorang Imam.
Hal yang paling penting adalah para seminaris. Anak seminari boleh dikatakan anak yang terpilih dari sekolah-sekolah asal mereka karena diseleksi dengan ketat pada saat masuk seminari. Karena itu tidak heran kalau pengetahuan mereka lebih banyak dari para Pembina dan staf di seminari. Saya sebagai calon Diakon juga banyak belajar dari kehidupan mereka. Mereka sungguh memberikan diri untuk kehidupan seminari misalnya membersihkan taman, bekerja di kebun, bekerja di kandang babi, beternak ayam dan itik dan masih banyak yang perlu mereka kerjakan. Kehadiranku selain sebagai guru yang mengajar agama dan Kitab Suci juga sebagai teman dan pendamping dalam usaha dan perjuangan hidup mereka setiap hari.
Saya menyadari bahwa untuk menjadi Diakon harus melalui suatu proses dan persiapan yang panjang dan matang. Karena itu dari hati yang tulus saya mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak Keuskupan yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mempersiapkan diri secara lebih matang dan dewasa. Saya sungguh merasakan bahwa pihak Keuskupan telah banyak membantu saya terutama dalam proses pematangan dan pendewasaan diri saya. Selain itu saya juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak terutama para staf di Seminari Menengah yang telah membantu dan mendukung saya dalam berbagai hal. Berbagai kegiatan dan situasi di Seminari ini saya rasakan sebagai rahmat yang besar bagi diriku dan panggilanku. Mudah-mudahan pengalaman kebersamaan dan persaudaraan baik dengan para pastor, para guru, para suster, para seminaris dan karyawan/i menjadi modal dan bekal perjalanan hidup panggilanku sebagai seorang calon Diakon dan Imam kelak di Keuskupan Agung Medan ini.
Bila kutelusuri secara mendalam ternyata banyak pengalaman yang bisa kutimba dari kehidupan bersama di Seminari Menengah ini. Pengalaman kebersamaan dan persaudaraan di seminari membantu saya untuk lebih memahami makna panggilan seorang imam. Bahwa menjadi imam bukan hanya berkarya di Paroki tetapi juga di bidang kategorial seperti mendidik dan membina para calon imam. Motivasi panggilan untuk menjadi seorang imam sejak SD, kini semakin diperdalam melalui pengalaman hidup bersama di seminari baik dengan para pastor, suster, guru seminari, para seminaris maupun karyawan/i. Sejak awal panggilan, saya ingin menjadi imam Diosesan yang bisa melayani umat di Paroki. Saya ingin melayani dan hidup bersama dan dekat dengan umat di Paroki, khususnya di wilayah Keuskupan Agung Medan ini.
Meskipun saya tidak berkarya di Paroki namun saya tetap menghayati hidup sebagai mana layaknya tinggal di Paroki. Seminari Menengah adalah juga “Paroki” yang perlu dilayani. Untuk itu selama masa pra-Diakon ini saya telah mencoba untuk belajar memahami dan mengenal situasi Seminari Menengah ini. Pemahaman dan pengenalan akan situasi Seminari ini memperkuat serentak memperteguh panggilan saya untuk menjadi seorang imam yang nantinya akan berkarya di tengah umat. Keinginan ini ternyata didukung oleh kenyataan yang ada di tengah umat. Jumlah imam yang masih sangat kurang saat ini menuntut saya untuk menjadi seorang imam. Untuk bisa menjadi seorang imam tentu terlebih dahulu ditahbiskan menjadi seorang Diakon.
Demikianlah refleksi pengalaman saya selama menjalankan masa pra-Diakon di Seminari Menengah ini. Semoga refleksi ini dapat membantu saya untuk lebih menghayati panggilan saya sebagai calon imam dan juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan Bapak Uskup untuk mentahbiskan saya menjadi Diakon yang mengarah kepada tahbisan imam.

Tidak ada komentar: